Rabu, 13 April 2011

makalah seminar hipnoterapi


Sejarah Hipnoterapi
Hipnoterapi sampai saat ini masih terus berkembang yang dimulai sejak abad ke-18, mulai dari konsep hypnosis konvensional yang dikembangkan oleh Dr. James Braid sampai dengan hipnoterapi klinis modern yang dikembangkan oleh Dr. Milton H. Erickson sampai terakhir-terakhir yang dikembangkan oleh Dr. Dave Elman, Gill Boynemaupun DR. Calvin Banyan.
Dr. Milton H. Erickson pertama kali memperkenalkan bahwa jiwa manusia sangat unik. Tidaklah mudah meminta orang untuk secara langsung menghilangkan kebiasaan buruk yang ingin dia tinggalkan. Seperti kita menyampaikan nasihat kepada seseorang yang mengeluh karena dia mempunyai masalah, “Sekarang kamu dapat menyelesaikannya”, atau seseorang yang mempunyai masalah perilaku lalu kita berikan nasihat, “Sekarang perilaku anda sudah berubah menjadi baik”. Belum tentu dia akan merubah perilakunya dengan segera. Mungkin ya, untuk sementara, tetapi biasanya kebiasaan itu akan kembali lagi. Apalagi jika kita tidak mengetahui akar permasalahannya mengapa dia berperilaku demikian, tidak mengetahui nilai dasar dan keinginan sebenarnya yang dimiliki orang tersebut. Ingat, jiwa manusia sangat kompleks, setiap orang mempunyai jiwa dan nilai yang unik. Perilaku atau respons seseorang tidak sama dalam menghadapi peristiwa yang berbeda. Bahkan sangat mungkin sekali untuk peristiwa yang sama, perilaku atau respons seseorang yang sama dapat berbeda.
Hal inilah yang dikembangkan Erickson menuju metode hipnoterapi yang lebih efektif. Berkat jasanya dalam mengembangkan metode-metode dalam melakukan terapi klinis dengan metode hipnoterapi, maka pada tahun 1950-an hipnoterapi diakui oleh Asosiasi Medis Amerika sebagai metode terapi.
Paska Milton H. Erickson, metode ini berkembang terus sampai dengan metode yang berorientasi kepada pasien. Saat ini, metode ini lebih efektif digunakan apalagi digabungkan dengan pola komunikasi yang telah dikembangkan Erickson. Metode ini telah banyak dipergunakan oleh para terapist terkenal seperti Gill Boyne, Mary Lee LaBay, maupun Calvin Banyan dan lain-lain.
Dasar Dasar hipnotis
Pikiran bawah sadar manusia menyimpan misteri yang luar biasa. Banyak hal yang menyangkut manusia bersumber dari berbagai data dan nilai yang tersimpan di pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar tidak saja terkait dengan perilaku dan mental, tetapi lebih jauh lagi pikiran bawah sadar dapat merubah metabolisme, mempercepat penyembuhan, atau bahkan memperburuk suatu kondisi penyakit.
Hypnotherapy adalah suatu metode dimana pasien dibimbing untuk melakukan relaksasi, dimana setelah kondisi relaksasi dalam ini tercapai maka secara alamiah gerbang pikiran bawah sadar sesesorang akan terbuka lebar, sehingga yang bersangkutan cenderung lebih mudah untuk menerima sugesti penyembuhan yang diberikan.
Secara konvensional, Hypnotherapy dapat diterapkan kepada mereka yang memenuhi persyaratan dasar, yaitu : (1). Bersedia dengan sukarela (2). Memiliki kemampuan untuk fokus (3). Memahami komunikasi verbal.
Untuk memahami Hypnosis atau Hypnotherapy secara mudah dan benar, sebelumnya kita harus memahami bahwa aktivitas pikiran manusia secara sederhana dikelompokkan dalam 4 wilayah yang dikenal dengan istilah Brainwave, yaitu : Beta, Alpha, Theta, dan Delta
Beta adalah kondisi pikiran pada saat sesorang sangat aktif dan waspada. Kondisi ini adalah kondisi umum ketika seseorang tengah beraktivitas normal. Frekwensi pikiran pada kondisi ini sekitar 14 – 24 Cps (diukur dengan perangkat EEG)
Alpha adalah kondisi ketika seseorang tengah fokus pada suatu hal (belajar, mengerjakan suatu kegiatan teknis, menonton televisi), atau pada saat seseorang dalam kondisi relaksasi. Frekwensi pikiran pada kondisi ini sekitar 7 – 14 Cps.
Theta adalah kondisi relaksasi yang sangat ekstrim, sehingga seakan-akan yang bersangkutan merasa “tertidur”, kondisi ini seperti halnya pada saat seseorang melakukan meditasi yang sangat dalam. Theta juga gelombang pikiran ketika seseorang tertidur dengan bermimpi, atau kondisi REM (Rapid Eye Movement). Frekwensi pikiran pada kondisi ini sekitar 3.5 – 7 Cps
Delta adalah kondisi tidur normal (tanpa mimpi). Frekwensi pikiran pada kondisi ini sekitar 0.5 – 3.5 Cps
Kondisi Hypnosis sangat mirip dengan kondisi gelombang pikiran Alpha dan Theta. Yang sangat menarik, bahwa kondisi Beta, Alpha, dan Theta, merupakan kondisi umum yang berlangsung secara bergantian dalam diri kita. Suatu saat kita di kondisi Beta, kemudian sekian detik kita berpindah ke Alpha, sekian detik berpindah ke Theta, dan kembali lagi ke Beta, dan seterusnya.
Pada saat setiap orang menuju proses tidur alami, maka yang terjadi adalah gelombang pikiran ini secara perlahan-lahan akan menurun mulai dari Beta, Alpha, Theta, kemudian Delta dimana kita benar-benar mulai tertidur. Perpindahan wilayah ini tidak berlangsung dengan cepat, sehingga sebetulnya walaupun seakan-akan seseorang sudah tampak tertidur, mungkin saja ia masih berada di wilayah Theta.
Pada wilayah Theta seseorang akan merasa tertidur, suara-suara luar tidak dapat didengarkan dengan baik, tetapi justru suara-suara ini didengar dengan sngat baik oleh pikiran bawah sadarnya, dan cenderung menjadi nilai yang permanen, karena tidak disadari oleh “pikiran sadar” yang bersangkutan
Penggunaan Hipnotis dalam Bidang Kedokteran
Seorang yang sakit secara medis, mau sembuh atau tidak mau mengikuti saran dokternya atau tidak, tergantung pada pasien sendiri. Sehebat apapun dokternya, apabila pasien tidak menuruti apa kata dokternya, tentunya sulit untuk sembuh.
Dalam kasus-kasus tertentu yang bersifat medis, hipnoterapi BUKAN suatu bentuk ALTERNATIF dari pengobatan, tetapi menjadi suplemen terhadap proses penyembuhannya. Sehingga jika secara medis masalah tersebut masih memerlukan pengobatan secara medis maka masih tetap dibutuhkan seorang dokter untuk memberikan obatnya. Seorang hypnotherapist membantu dalam masalah mentalnya.
Metode hipnoterapi modern dengan orientasi kepada pasien lebih banyak berperan untuk ‘membuka’ kesadaran pasien untuk mengetahui masalah utamanya dan membantu pasien untuk menyembuhkan atau menyelesaikan masalahnya oleh dia sendiri. Pasien menjadi lebih merasa nyaman dengan kondisinya dan dapat menerima kondisinya, sehingga tidak mengganggu aktivitasnya atau kegiatannya sehari-hari.
Hipnotis kedokteran telah mengalami banyak perkembangan sejak pertama kali diterapkan oleh dr Franz Anton Mesmer (1734-1815) dan dr James Braid (1795-1860). Pada 1955, The British Medical Association mengakui hipnotis sebagai salah satu terapi medis yang sahih. Sementara The American Medical Association mengakuinya sejak 1958.
Hipnotis kedokteran kini terbagi atas hipnopromosi(meningkatkan kesehatan dengan hipnotis bagi orang sehat),hipnoprevensi (mencegah gangguan kesehatan dengan hipnotis bagi orang sehat), hipnoterapi (penyehatan dengan hinotis bagi orang sakit), serta masih ada hipnotis untuk rehabilitasi bagi orang cacat. Hipnotis juga digunakan di bidang kebidanan (hypnobirthing) dan kedokteran gigi (hypnodontics).
Hipnoterapi merupakan salah satu bentuk psikoterapi dalam dunia psikiatri. Namun demikian, hipnoterapi juga bisa digunakan pada pasien nonpsikiatrik. Pengobatan model ini bisa digabungkan dengan jenis pengobatan lainnya. Banyak dokter terutama ahli bedah dan anestesi yang terlatih dalam masalah hipnoterapi. Demikian pula dokter gigi serta para perawat. Sayangnya, hingga kini masih banyak orang yang enggan menjalani hipnoterapi.

Pasien sebagai subjek
Orang yang dihipnotis sebenarnya tidak dalam keadaan tidur sesungguhnya. Walaupun menggunakan perintah berupa kata 'tidur', kata itu tidak membuat pasien tidur sesungguhnya. Pasien tetap dalam keadaan awake, serta mampu mengobservasi perilakunya selama dalam keadaan hipnotis. Ia menyadari segala sesuatu yang diperintahkan serta dapat menolak sesuatu yang bertentangan dengan keinginan atau norma-norma umum. Selain itu, sebelum proses ini dilakukan, telah ada kesepakatan antara pasien dengan penghipnotis untuk melakukan hipnoterapi
Melakukan hipnoterapi terhadap pasien sama halnya dengan melakukan terapi lainnya. Pasien harus tahu persis mengapa diperlukan bantuan hipnotis dalam terapinya, serta keunggulan apa yang didapatkan dibandingkan model terapi lainnya. Proses hipnoterapi juga harus dilakukan dengan jelas, terbuka, dan tanpa paksaan. Sebelum melakukan hipnotis, pasien harus terlebih dahulu menjalani pemeriksaan fisik, dan bila perlu disusul dengan menjalani pemeriksaan laboratorium (darah, urine, dll).
Terapis sebagai fasilitator dan pasien sebagai subjek perlu menjalani kerjasama yang baik sebelum proses hipnotis dimulai. Pemahaman pasien akan masksud dan tujuan hipnoterapi merupakan kunci efektifitas terapi. Karena itu diperlukan informasi yang jelas dan pemahaman yang sama. Hal ini bertujuan agar persepsi yang terbentuk dalam tingkat sadar sejalan dengan persepsi bawah sadar.
Menurut dr Erwin Kusuma SpKJ, pasien hipnotis berperan sebagai subjek. Ini berarti pasienlah yang menentukan apa yang akan dilakukan. Sementara penghipnotis hanya berperan sebagai fasilitator. Bila sudah terampil, lanjut dosen hipnotis kedokteran FKUI ini, pasien tidak perlu lagi peran fasilitator sehingga hipnotis bisa dilakukan sendiri (autohipnotis).
Pada tingkat bawah sadar, pasien tetap sepenuhnya memiliki kendali terhadap kemauannya sendiri sehingga ia tidak mungkin dipengaruhi di luar kesadarannya. ''Ini yang sering disalah mengerti oleh orang awam,'' ungkap lulusan Psikiatri Anak dan Remaja FKUI tahun 1982 itu. Berbeda dengan magnetisme dimana pasien berfungsi sebagai obyek (sasaran) yang dikendalikan, baik untuk tujuan terapi maupun untuk hal-hal negatif seperti untuk merampok.
Relaksasi Mendalam sebagai Teknik Hipnosis Modern
Hipnotis di masa lalu indentik dengan kondisi tidur, terbaring, atau tidak bergerak. Pada masa kini, hipnotis lebih ditekankan pada kondisi relaksasi yang dalam, baik secara fisik maupun mental. Saat ini dikenal beberapa keadaan hipnotis seperti moving meditation, hypnoidal state, serta automatic writing, dimana pasien melakukan aktivitas bawah sadar dalam bentuk gerakan atau tindakan yang dikendalikan oleh niat.
Psikolog pada Pusat Hipnotis Kedokteran RSPAD Gatot Subroto (pusat hipnotis kedokteran pertama di Indoneisa) Dra Psi Adjeng Lasmini mengatakan, pada hipnotis, pasien diajak untuk relaks secara fisik dan mental dengan memusatkan perhatian melalui sarana fiksasi berupa suara, tatapan, dan sentuhan secara berulang dan monoton. Ini membuat pasien merasa semakin santai.
Dalam kondisi hipnotis, lanjutnya, sugesti positif yang ditanamkan disusun dalam kalimat yang sederhana. Karena pada kondisi ini kemampuan seseorang untuk merangkum kalimat demi kalimat mengalami penurunan.
Seperti terapi lainnya, hipnotis juga dapat menimbulkan efek samping.
Seperti dikatakan dr Erwin Kusuma SpKJ, program yang ditanamkan dalam hipnoterapi harus positif. Ini mengingat pasien tidak memiliki kemampuan merangkum (sintesis) karena kecerdasan jasmaninya menurun. Bila hal ini tidak diperhatikan, bukan tidak mungkin akan muncul hasil yang tidak diinginkan, seperti timbul abreaksi (keluarnya rekaman bawah sadar secara serentak, seperti kekesalan dan kesedihan, sehingga ungkapan dan tindakan pasien tidak terkendali).
Kasus yang Dapat Ditangani dengan Hipnoterapi
Kasus seperti apa saja yang bisa mendapatkan hipnoterapi?Erwin mengungkapkan, pasien dengan kasus kecemasan dan fobia adalah yang paling sering mendapatkan hipnoterapi. Bagi pasien yang mengalami gangguan kecemasan sehingga cemas pula untuk menelan obat, hipnoterapi adalah tindakan yang utama.
Gangguan kesehatan bioplasmik (aura dan chakra), ungkap Erwin, sudah tentu harus diatasi dengan hipnoterapi. Ini karena obat-obatan kimia tidak mampu mencapai bioplasmik tersebut. Gangguan kesehatan bioplasmik dapat dilihat dari menurunnya ketahanan mental maupun fisik, serta berbagai bentuk alergi. Hipnoterapi juga dilakukan untuk pasien dengan gangguan psikosomatik. Sedangkan untuk gangguan fisik murni (somatik), hipnoterapi berperan sebagai penunjang.
Kasus kebutaan histerik, yakni kebutaan yang timbul setelah mengalami trauma psikis, juga dapat diobati dengan hipnoterapi. Seperti halnya jenis terapi lainnya, harus ada indikasi (alasan) untuk menggunakan hipnoterapi. Selain itu, terapi jenis ini digunakan bila manfaatnya lebih besar dari pada kerugian yang mungkin timbul.
Lebih lanjut, hipnoterapi mempunyai manfaat sebagai berikut: Pada anak-anak, hipnoterapi dapat menghilangkan kebiasaan buruk seperti gigit kuku, menghisap jari, gagap, ngompol, alergi/kulit merah-merah. Hipnoterapi juga diterapkan pada pasien autisme.
Pada pasien dewasa, hipnoterapi dapat menghilangkan kebiasaan buruk seperti masturbasi, merokok, judi, insomnia, penyakit kulit, kleptomania, phobia, trauma pskologis (kekerasan, perkosaan), serta dapat mempercepat penyembuhan ketergantungan narkoba. Di samping itu juga dapat membantu mengatasi luka bakar, melenyapkan timbulnya kutil, serta mampu menyembuhkan penyakit seperti asma, sinusitis, arthritis, mabuk laut, gangguan menstruasi, tekanan dfarah yinggi, stroke, impotensi, mengatasi rasa sakit (kasus kanker, persalinan, dan cabut gigi).
Hipnotis juga digunakan untuk mengatasi kecemasan bawah sadar sehingga pasien mampu untuk menghadapi realitas, seperti pada kasus phobia, cemas, gangguan psikomatik, ataupun kebiasaan buruk (bad habits)
Di bidang psikologi belajar, hipnotis dapat diarahkan untuk mengingkatkan konsentrasi, daya ingat, kreatifitas, ataupun kesiapan menghadapi ujian. Sementara di bidang industri, hipnotis bermanfaat untuk meningkatkan mutu SDM sehingga diharapkan mampu menghadapi situasi kompetitif dan efektif dalam menjalani tugas. arp
Kasus : Penurunan Rasa Nyeri dengan Hipnosis
Otak dan pikiran manusia masih menyimpan jutaan misteri dengan sedemikian banyak fenomena yang luar biasa. Selama ini banyak orang telah mengetahui bahwa hypnosis dapat dimanfaatkan untuk menurunkan nyeri. Namun demikian belum diketahui secara jelas bagaimana mekanisme kerja hypnosis dalam tubuh manusia terutama otak. Tampaknya, apabila kita dapat menjelaskan lebih dalam secara ilmiah maka hal itu akan makin mendorong peneriman masyarakat dan aplikasinya di banyak area praktek klinik.
Hal itu pula yang mendorong Sebastian Schulz-Stubner, M.D.,Ph.D dan rekan-rekannya, para peneliti dari University of Iowa dan The Technical University of Aachen, Jerman, untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang pengaruh hypnosis pada otak manusia. Mereka mencoba menggunakan Magnetic Resonance Imaging untuk mendapatkan gambaran bagaimana hypnosis merubah aktivitas otak sebagai cara untuk menurunkan nyeri.
Mereka mendapatkan bahwa para relawan yang diberikan tehnik hypnosis mengalami penurunan nyeri yang signifikan terhadap rangsang nyeri panas. Mereka juga mendapati secara jelas perbedaan pola aktivitas otak dibandingkan saat relawan tidak dihipnosis selama mendapatkan rangsang nyeri. Perubahan aktivitas otak tersebut menggambarkan bahwa hypnosis memutuskan signal nyeri dari aliran saraf yang menuju bagian otak yang mempersepsikan nyeri.
Menurut Schulz-Stubner yang utama dari penemuan mereka, dimana MRI pertama kali digunakan untuk meneliti aktivitas otak saat hypnosis untuk menekan nyeri, adalah mereka melihat adanya penurunan aktivitas di daerah jaringan nyeri (pusat persepsi nyeri) dan peningkatan aktivitas pada area otak lainnya saat hypnosis. Peningkatan tersebut bisa spesifik bisa juga tidak tetapi jelas melakukan sesuatu hal yang menurunkan atau menghambat signal nyeri masuk ke struktur kortikal.
Jaringan nyeri berfungsi seperti system relay. Input signal nyeri berasal dari saraf perifer di daerah dimana rangsang nyeri diberikan, kemudian masuk ke dalam spinal cord dimana informasi diproses dan disalurkan ke dalam batang otak. Dari sini signal menuju area otak tengah dan akhirnya masuk ke dalam korteks otak yang berkaitan dengan persepsi sadar terhadap stimulus eksternal seperti nyeri.
Proses yang terjadi pada jaringan nyeri bagian bawah gambarannya terlihat sama antara saat kondisi hypnosis ataupun tidak, namun pada kondisi hypnosis aktivitasnya menurun pada daerah atas (korteks) yang berperan terhadap persepsi nyeri.
Awalnya, 12 relawan dibagi menjadi 2 grup dimana tiap relawan akan diberikan stimulus menggunakan benda panas pada kulit mereka sampai mereka merasakan nyeri skala 8 (pada rentang skala nyeri 0-10). Pada grup pertama dilakukan hypnosis lebih dahulu, kemudian relawan ditempatkan dalam MRI dan dilakukan scaning aktivitas otak pada saat stimulus nyeri diberikan. Kemudian kondisi hypnosis dihentikan, MRI melakukan scaning lagi saat relawan diberikan stimulus nyeri tanpa hypnosis. Pada grup kedua dilakukan proses yang sebaliknya. Relawan dilakukan scaning saat menerima stimulus tanpa hypnosis lebih dahulu, baru kemudian discaning saat kondisi hypnosis.
Hypnosis berhasil menurunkan nyeri pada semua relawan. Mereka semua melaporkan tidak merasakan nyeri atau nyeri berkurang secara signifikan (dibawah nilai skala 3). Saat kondisi hypnosis MRI menunjukkan aktivitas otak menurun pada area persepsi nyeri yang meliputi daerah korteks ( primary sensory cortex). Pada dua struktur otak yang lain : korteks cingulated anterior kiri dan basal ganglia terlihat gambaran yang berbeda dengan adanya peningkatan aktivitas otak. Para peneliti memperkirakan peningkatan aktivitas pada dua area otak tersebut merupakan bagian dari jalur penghambat yang memutus signal agar tidak ditangkap oleh struktur kortikal yang lebih tinggi yang bertugas mempersepsikan nyeri.
Schulz-Stubner mencatat bahwa detail MRI yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi secara pasti area yag terlibat saat hypnosis menurunkan nyeri dan berharap adanya MRI generasi yang lebih baru yang bisa memberikan jawaban lebih banyak.
Bagaimanapun penelitian ini patut menjadi perhatian dan mendapatkan apresiasi karena setidaknya telah menjadi bagian kecil dari penjelasan dan gambaran ilmiah tentang proses hypnosis dalam menurunkan rasa nyeri. (Story Source : University of Iowa Health Science Relations
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanto. 2007, Hipnosis penurunan rasa nyeri Pengamatan Efek Hypnosis Pada Otak Melalui Brain Imaging. www.ibh.com
Chamber, Bradford. 2005. How to hypnotize. Stravon Publisher : New York
Murphy, Joseph. 1997. The power of Your Subconscious Mind (terjemahan) spektrum : Jakarta
McDonald F., 2006, Hypnotherapy Applications in Pain Management.www.fmcdonald.com
McDonald F. 2006 Hypnotherapy in Substance Use Treatment.www.fmcdonald.com
Purwanto, S. 2007 Hipnoterapi (Suplemen Kuliah. Tidak diterbitkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar