By : Adi W. Gunawan
Salah satu peserta Indonesia Hypnosis Summit (IHS) 2010 mengirimi
saya email dan bertanya, “….saat Bapak menjelaskan mengenai induksi,
Bapak tidak bicara tentang uji sugestibilitas. Kita tahu bahwa sangat
penting untuk bisa mengetahui tipe sugestibilitas klien agar dapat
melakukan teknik induksi yang sesuai sehingga dapat membawa klien masuk
ke kondisi deep trance sebelum melakukan terapi. Kemarin itu apakah
memang tidak sempat dijelaskan ataukah Pak Adi merasa uji sugestibilitas
tidak penting?”
Wah, peserta ini cukup jeli. Saya memang tidak menjelaskan mengenai
uji sugestibilitas. Saya menjelaskan enam teknik dasar induksi dan
pengelompokkan teknik induksi. Enam teknik dasar induksi adalah Eye
Fixation, Relaxation of Nervous System, Mental Confusion, Mental
Misdirection, Loss of Equilibrium, dan Shock to Nervous System.
Dari enam teknik dasar ini dikembangkan menjadi sangat banyak teknik induksi.
Dari enam teknik dasar ini dikembangkan menjadi sangat banyak teknik induksi.
Walaupun saat ini ada begitu banyak teknik induksi namun bila
dicermati dengan sungguh-sungguh maka teknik induksi yang ada dapat
dikategorikan menjadi empat kelompok: Progressive Relaxation (yang
biasanya membutuhkan waktu 30 – 45 menit), Rapid Induction ( sekitar 4
menit), Instant Indcution (beberapa detik), dan Emotionally Induced
Induction (induksi karena emosi yang dialami klien).
Nah, kembali ke pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, “Uji
Sugestibilitas : Perlukah?”
Jawabannya bergantung kebutuhan. Bila untuk melakukan stage hypnosis
maka uji sugestibilitas harus dilakukan untuk bisa memilih atau
menemukan subjek hipnosis yang mudah. Bisa anda bayangkan apa yang
terjadi jika stage hypnotist tidak melakukan uji sugestibilitas dan
langsung memilih subjek dari penonton. Akibatnya akan fatal karena
subjek tidak akan bisa dihipnosis dengan cepat dan tidak akan ada
pertunjukkan yang menarik.
Bagaimana dengan hipnoterapi? Apa perlu uji sugestibilitas?
Di tahun-tahun awal saya sebagai hipnoterapis saya memang sangat
menekankan pentingnya uji sugestibilitas. Hal ini bertujuan agar saya
dapat melakukan induksi dengan tepat sehingga klien bisa masuk ke
kondisi deep trance.
Bila mengacu pada SHSS (Stanford Hypnotic Suceptibility Scale) yang dikembangkan oleh Ernest Hilgard maka manusia terbagi menjadi 85% yang moderat, 10% mudah, dan 5% sulit dihipnosis. SHSS ini banyak digunakan sebagai acuan oleh hipnoterapis hingga saat ini.
Bila mengacu pada SHSS (Stanford Hypnotic Suceptibility Scale) yang dikembangkan oleh Ernest Hilgard maka manusia terbagi menjadi 85% yang moderat, 10% mudah, dan 5% sulit dihipnosis. SHSS ini banyak digunakan sebagai acuan oleh hipnoterapis hingga saat ini.
Dr. Kappas mengembangkan teori sugestibilitas yang menyatakan bahwa
manusia terbagai menjadi dua kategori besar yaitu physical
suggestibility (sugestibilitas yang bersifat fisik) dan emotional
suggestibility (sugestibilitas yang bersifat emosi). Dari penelitian
ditemukan bahwa 60% populasi bersifat emotionally suggestible dan 40%
physically suggestible. Kelompok emotionally suggestible mempunyai sub
kategori yang dinamakan intellectual suggestibility yang mewakili
sekitar 5% populasi.
Pakar lain, Herbert Spiegel, mengembangkan teknik uji sugestibilitas, dengan menggunakan gerakan bola mata dan empat indikator lainnya, yang dikenal dengan Hypnotic Induction Profile (HIP). Selanjutnya Spiegel juga mengembangkan Spectrum of Hypnotizability and Personality Style dan mengelompokkan subjek ke dalam tipe Apollonian, Odyssean, dan Dionysian.
Pakar lain, Herbert Spiegel, mengembangkan teknik uji sugestibilitas, dengan menggunakan gerakan bola mata dan empat indikator lainnya, yang dikenal dengan Hypnotic Induction Profile (HIP). Selanjutnya Spiegel juga mengembangkan Spectrum of Hypnotizability and Personality Style dan mengelompokkan subjek ke dalam tipe Apollonian, Odyssean, dan Dionysian.
Ada pengalaman menarik saat seorang rekan menceritakan pengalamannya
saat diinduksi oleh seorang hipnoterapis. Rekan ini, di depan kelas
pelatihan, diinduksi berkali-kali dengan menggunakan bermacam teknik,
tetap tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis. Akhirnya hipnoterapis ini
berkata, “Anda tidak bisa trance karena anda masuk kategori orang yang
tidak bisa dihiposis.”
Saat mendengar cerita ini ada dua hal yang muncul di pikiran saya.
Pertama, hipnoterapis ini mengacu pada HIP Spiegel, Regular Zero
Profile, yang menyatakan bahwa orang dalam kategori ini tidak bisa
dihiposis. Kedua, hipnoterapis ini mungkin gemas pada rekan saya ini
karena telah dicoba dihipnosis berulang kali tapi tetap tidak berhasil
sehingga untuk mudahnya ia mengatakan bahwa rekan saya ini masuk
kategori orang yang tidak bisa dihipnosis.
Benarkah ada kategori orang yang tidak bisa dihipnosis?
Jawabannya bergantung pada teori apa atau pendapat pakar mana yang
kita gunakan sebagai acuan. Di sini tidak ada jawaban benar atau salah.
Yang ada adalah untuk setiap teori atau pendapat pakar mempunyai
konsekuensi yang spesifik terhadap hasil induksi yang kita lakukan.
Dulu waktu saya pertama kali mendalami hipnoterapi saya sempat
bingung saat membaca riset para pakar mengenai tipe sugestibilitas dan
apa yang harus dilakukan untuk bisa melakukan induksi dengan benar yang
bisa membawa klien masuk ke kondisi deep trance.
Di awal karir saya sebagai hipnoterapis saya sangat memperhatikan uji
sugestibilitas. Biasanya sebelum menghipnosis klien saya akan meminta
klien melakukan The Hand Drop Test, Arm Rising and Falling Test,
Postural Sway, dan kadang bisa ditambah dengan The Pendulum Swing Test.
Dari pengalaman saya menemukan bahwa uji sugestibilitas di atas
sebenarnya adalah untuk menemukan klien yang masuk kategori Physically
Suggestible. Kalau klien sulit menjalankan tes, misalnya Arm Rising and
Falling Test, maka saya tahu klien ini masuk kategori emotionally
suggestible atau mungkin yang tipe intellectual.
Untuk klien yang “sulit” maka saya perlu menggunakan teknik induksi
yang sesuai. Misalnya dengan teknik 7 plus minus 2, auto dual method,
teknik hand rolling, dan teknk yang bersifat membingungkan pikiran.
Namun jujur saya merasa tidak nyaman dengan hal ini. Setiap kali mau
melakukan terapi saya harus melakukan uji sugestibilitas. Dan yang
membuat hal ini menjadi semakin sulit bagi saya adalah ada banyak klien
yang telah ke hipnoterapis lain yang juga melakukan hal ini, uji
sugestibilitas. Nah, klien datang ke saya karena merasa belum mengalami
perubahan signifikan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila saya
melakukan, di awal sesi terapi, hal yang sama yang dilakukan terapis
sebelumnya. Seringkali sejak awal terapi klien sudah menolak. Mereka
berpikir, “Lho, ini kan yang dilakukan terapis sebelumnya. Saya tahu apa
yang akan ia lakukan selanjutnya. Cara ini nggak mungkin berhasil.”
Berangkat dari pengalaman ini saya selanjutnya berpikir, “Apakah ada
teknik induksi yang sederhana, yang bisa dilakukan pada semua klien
tanpa perlu tahu tipe sugestibilitasnya? Apakah ada teknik yang
sederhana, mudah dipelajari, mudah diaplikasikan, mudah diduplikasi, dan
yang paling penting telah teruji sangat efektif untuk bisa membawa
subjek tipe apapun masuk ke kondisi deep trance dengan cepat dan pasti?”
Saya mencari hampir 3 tahun. Dan akhirnya menemukannya. Teknik ini
selanjutnya saya ujicobakan di ruang praktik saya dengan hasil yang
sangat memuaskan. Seiring dengan perkembangan pemahaman mengenai cara
kerja pikiran saya menyempurnakan teknik induksi ini sehingga menjadi
jauh lebih efektif. Dan baru-baru ini, di kelas Quantum Hypnosis
Indonesia angkatan 9 saya kembali menyempurnakan teknik ini dan hasilnya
sungguh luar biasa.
Yang saya lakukan adalah saya menggabungkan teknik induksi asli
dengan pengetahuan yang saya dapatkan dari hasil riset dengan
menggunakan Mind Mirror IV dengan melihat langsung perubahan gelombang
otak dan kedalaman trance saat induksi diberikan.
Sebelum penyempurnaan di QHI 9, dari pengalaman, teknik induksi ini terbukti mempunyai tingkat efektivitas antara 90% – 92,17% mampu membawa klien tipe apapun masuk ke kondisi profound somnambulism. Yang “gagal” diinduksi bukan berarti tidak masuk deep trance namun sering kali klien melampaui kondisi profound somnambulism dan masuk ke level Esdaile atau Hypnotic Coma. Untuk yang level ini tidak dihitung.
Sebelum penyempurnaan di QHI 9, dari pengalaman, teknik induksi ini terbukti mempunyai tingkat efektivitas antara 90% – 92,17% mampu membawa klien tipe apapun masuk ke kondisi profound somnambulism. Yang “gagal” diinduksi bukan berarti tidak masuk deep trance namun sering kali klien melampaui kondisi profound somnambulism dan masuk ke level Esdaile atau Hypnotic Coma. Untuk yang level ini tidak dihitung.
Penyempurnaan teknik induksi di QHI 9 ini mempunyai tingkat
efektivitas yang sangat tinggi. Hasil uji sementara menghasilkan
rata-rata 97,34%. Saya masih menunggu laporan lanjutan dari alumni QHI.
Jadi, menjawab pertanyaan di atas, uji sugestibilitas apakah perlu
dilakukan atau tidak semuanya bergantung pada masing-masing individu.
Sekali lagi ini bukan benar atau salah. Namun lebih pada teori yang
digunakan.
Untuk saya pribadi dan semua alumni QHI, dalam konteks hipnoterapi,
kami sama sekali tidak menggunakan uji sugestibilitas saat akan
melakukan induksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar